Setiap informasi baru yang muncul, anehnya, makin menambah misteri
hilangnya pesawat milik maskapai negeri jiran. Penyelidik Malaysia kini
sedang menginvestigasi dugaan kesengajaan seseorang di kokpit mematikan
sistem komunikasi dan mengalihkan MH370 dari rute yang ditentukan --
menuju Beijing.
Lalu ada 'ping' yang dikirim dari pesawat ke
satelit komersial, berjam-jam setelah MH370 raib, mengarahkan dugaan ia
menempuh rute utara atau selatan. Pencarian meluas pun dilakukan dari
Kazakhstan ke China bagian barat, atau Indonesia ke wilayah selatan
Samudera Hindia.
Misteri raibnya MH370 memicu puluhan teori dan
spekulasi soal nasib pesawat dan 239 orang di dalamnya, dari yang masuk
akal hingga konspiratif. Berikut 5 kemungkinan nasib MH370 berdasarkan
informasi yang beredar di publik, seperti Liputan6.com kutip dari situs sains LiveScience, Selasa (18/3/2014).
1. Pilot Bunuh Diri
Transponder
MH370 dan sistem pelaporan dan komunikasi (ACARS) dimatikan sesaat
setelah pesawat lepas landas pukul 00.41 waktu Malaysia. Ada jeda 14
menit antara transmisi terakhir ACARS dan sinyal akhir dari transponder.
Fakta itu mengindikasikan, sistem tak rusak atau hancur dalam kondisi
darurat yang mendadak.
Tak hanya itu, suara -- yang diduga
kopilot Fariq Abdul Hamid -- bicara pada pengawas udara Malaysia setelah
ACARS dimatikan, dan hanya sesaat setelah transponder mati. Pesan itu
disampaikan dengan tenang: "All right, good night"..."Baiklah, selamat malam".
Pesawat
tersebut kemudian berbalik dari rute semula Kuala Lumpur -Beijing.
Satelit militer mendeteksi ia bergerak ke barat Semenanjung Malaysia
pada pukul 02.15 waktu setempat.
"Berdasarkan detil yang
terungkap sejauh ini, diduga ini adalah eksekusi dari operasi yang
sangat terencana," kata David Cenciotti, mantan pilot tempur Italia
sekaligus jurnalis, yang menjadi blogger di TheAviationist.com.
Butuh
kemampuan untuk melakukan manuver tersebut. Kini para penyelidik sedang
menginvestigasi sang pilot, Kapten Zaharie Ahmad Shah (53) dan kopilot
Fariq Ab Hamid (27).
Secara teoritis, salah satu dari mereka
bisa saja melakukan aksi bunuh diri dengan pesawat. Ini adalah kejadian
langka, namun pernah terjadi. Misalnya, para detektif Amerika Serikat
menyimpulkan bagwa kecelakaan tahun 1999 dekat Nantucket, yang
menewaskan 217 orang di dalam pesawat EgyptAir Penerbangan 990, adalah
akibat dari apa yang dilakukan kopilot yang sengaja menerbangkan pesawat
ke laut --meski pihak Mesir membantah dugaan itu.
Serupa, Silk
Air Penerbangan 185 yang celaka di Sumatra pada 1997, diduga adalah
upaya bunuh diri pilot. Sebab, tak ada kesalahan teknis mengapa pesawat
bisa jatuh secara vertikal -- demikian ujar Badan Keamanan Transportasi
AS atau U.S. National Transportation Safety Board.
Hal serupa
bisa saja terjadi pada MH370. Namun, ada yang aneh. Pilot lain yang
melalukan bunuh diri mengarahkan hidung pesawat ke bawah dan berakhir
dengan cepat. Sementara pesawat Malaysia Airlines itu terbang beberapa
jam sejak hilang kontak.
"Mengapa seseorang membawa 200 orang
dalam sebuah aksi bunuh diri? Setiap orang yang logis ingin tahu
kenapa," kata Gregory "Sid" McGuirk, dosen lalu lintas udara dari
Embry-Riddle Aeronautical University.
2. Konspirasi Pilot
Teori
lain menyebut para penerbang, atau satu di antara mereka, mengubah rute
pesawat untuk beberapa alasan. Teori ini berdasar pada pengetahuan
teknis yang dibutuhkan untuk mengalihkan laju MH370 -- juga keadaan yang
mencurigakan di sekitar waktu penerbangan.
Mematikan
transponder dan ACAR di kokpit semudah membalik saklar atau memindahkan
rem tangan. Transponder dilaporkan mati saat pesawat beralih dari
pengawas lalu lintas udara Malaysia ke Vietnam. Di atas daratan AS,
radar tumpang tindih sehingga tak ada celah. Namun, di atas lautan tak
ada antena berbasis darat. Sejumlah negara, termasuk India, punya celah
dalam cakupan radar mereka.
"Jika ini kasusnya, seseorang tahu benar di mana celah radar berada dan memutuskan untuk memanfaatkannya," kata McGuirk.
Semakin jauh ke radar, semakin sulit untuk secara positif mengidentifikasi pesawat 'non kooperatif' itu.
Jika
salah satu atau kedua pilot memutuskan untuk mengubah rute pesawat,
motif mereka tak jelas. Sang pilot Zaharie dilaporkan punya pandangan
politik kuat dan punya simulator terbang pribadi di rumahnya. Namun
pandangan politik yang kuat tak mengindikasikan terorisme. Juga, banyak
pilot berlatih atau sekadar bermain dengan simulator terbang di rumah
mereka.
3. Teroris Mengambil Alih Pesawat
Dugaan
lain, para pilot juga mungkin dipaksa oleh teroris di pesawat untuk
memutuskan komunikasi dan mengubah arah, sebelum menabrakkannya ke suatu
tempat .
Atau, siapa pun yang mengendalikan pesawat bisa saja seorang ahli dalam pesawat dan menerbangkannya sendiri.
Pihak
berwenang tidak mengesampingkan terorisme sebagai penyebab, meski belum
ada satu pihak pun yang mengklaim bertanggung jawab atau menjadikan
penumpang dan awak sebagai sandera.
Tapi ada juga teroris yang
diam. Misalnya, ketika Pan Am Penerbangan 103 meledak oleh bom atas
Lockerbie, Skotlandia. Para penyidik membutuhkan waktu 3 tahun sebelum
mengeluarkan perintah penangkapan terhadap 2 orang Libya.
Bahkan, butuh waktu lama sampai tahun 2003, hingga pemimpin Libya Moammar Khadafi mengakui peran negaranya dalam pemboman itu.
4. Teroris Menyembunyikan Pesawat
Salah
satu penjelasan mengapa kelompok teror tak mengklaim bertanggung jawab
atas pembajakan adalah: mereka berencana menggunakan pesawat nantinya.
Pesawat
mungkin didaratkan ke area terpencil yang bisa didarati Boeing 777 yang
berukuran besar. Namun, mendaratkan pesawat dengan ukuran tersebut
tanpa landasan yang berfungsi akan sangat sulit -- khususnya jika burung
besi itu akan diterbangkan lagi.
"Bukan perkara gampang mencuri
sebuah Boeing 777 dengan cap Malaysia," kata McGuirk. "Butuh landasan
sepanjang 10.000 kaki. Jadi di mana bisa menyembunyikannya?
Jika
pesawat terbang ke utara, yang membuka kesempatan untuk pendaratan, ia
akan terbang di atas wilayah padat penduduk, membuatnya gampang
dideteksi.
Terdengar mengada-ada, tapi masuk akal untuk
menghindari deteksi adalah dengan memakai kedok atau 'bayang-bayang'
pesawat lain -- terbang sedekat mungkin sehingga dua pesawat terlihat
seperti satu obyek.
"Itu akan jadi manuver yang sangat sulit,"
kata David Cenciotti. "Jangan lupa seluruh manuver, jika benar
dilakukan, apalagi pada malam hari -- tanpa bantuan dari radar darat.
Memperkirakan kecepatan timbal balik, jarak, ketinggian hanya didasarkan
pada lampu navigasi."
Selain 9/11, ada preseden pesawat dicuri
untuk digunakan dalam serangan nanti. Pada 1959, anggota Angkatan Udara
Brasil membajak pesawat baling-baling dengan 44 orang di dalamnya, dan
mendaratkannya di selatan Negeri Samba. Mereka merencanakan untuk
menggunakannya untuk mengebom Rio de Janeiro, namun rencana itu gagal
dan semua sandera berhasil selamat.
Pada 1994, pegawai Federal Express, Auburn Calloway berencana
membajak pesawat kargo FedEx untuk digunakan dalam serangan bunuh diri
dengan sasaran kantor pusat perusahaan.
Pesawat lain, Boeing
727-223 yang melaju di landasan pacu Angola pada 2003. Mekanik Ben
Charles Padilla dan salah satu pegawai, John Mikel Mutantu berada dalam
pesawat, namun tak diketahui apakah mereka menerbangkannya.
Dugaan
lain seseorang membunuh atau menjadikan mereka sandera. Pesawat
tersebut tak pernah ditemukan, FBI menutup kasus tersebut pada 2005.
5. Pembajakan yang Gagal
Hilangnya
MH 370 bisa juga dikaitkan dengan dugaan pembajakan yang gagal total.
Misalnya pada 1996, Ethiopian Airlines Penerbangan 961 celaka di
Samudera Hindia setelah para pembajak menuntut burung besi itu
diterbangkan ke Australia . Pesawat hanya memiliki bahan bakar yang
cukup untuk sampai ke tujuan di Nairobi, tapi para pembajak menolak
untuk percaya pada pilot.
Awalnya, pilot bersikukuh untuk tetap
berada di dekat pantai Afrika, avtur tak bakal cukup sampai Australia.
Ketika para pembajak bersikeras agar pesawat menuju timur, pilot Leul
Abate malah menerbangkannya keKepulauan Comoro di lepas pantai timur
Afrika.
Di sana, saat pesawat kehabisan bahan bakar, pilot
berusaha untuk melakukan pendaratan darurat di bandara di Grande Comore,
tapi serangan pembajak memaksa mereka mendarat di air dangkal. 125 dari
175 penumpang dan awak pesawat tewas. Sisanya, 50 orang selamat dalam
kondisi luka-luka.
Hal serupa bisa terjadi pada MH370 . Mungkin
pembajak memaksa kru untuk kembali ke Malaysia sebagai bagian dari
serangan ala '9/11'.
Namun, semua skenario adalah spekulatif.
"Apa motivasinya?" tanya McGuirk. Dia menambahkan, kini ada lebih banyak
pertanyaan daripada jawaban. (Yus Ariyanto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar